BREAKING NEWS

Selasa, 29 September 2015

Ketika Hutan Rinjani Terus DirambahGapura

*Bencana Mengancam, Masyarakat Yang Paling Rugi

Perambahan hutan
KAWASAN: Inilah gapura yang menandakan kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok Timur kemarin (28/9). Beberapa ratus meter setelah memasuki area itu, jelas terlihat perambahan hutan dilakukan warga.

Perambahan area Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) hingga kini terus terjadi. Upaya menghalau warga beberapa waktu lalu kandas karena mendapat perlawanan. Jika terus dibiarkan, ancaman bencana dipastikan meningkat. Masyarakatlah yang kelak akan menanggung akibatnya.

***

TAMAN Nasinal Gunung Rinjani (TNGR) itulah bunyi tulisan yang menyambut setiap pengendara yang memasuki hutan Pusuk, Lombok Timur (Lotim). Tepat di kiri pintu masuk itu, ada sebuah pos yang didirikan Balai TNGR untuk mengawasi hutan. 

Sayangnya keberadaan pos tersebut tak banyak membantu. Masyarakat Jurang Koak, Bebidas yang berbatasan langsung dengan area itu justru melakukan perambahan.

Tanpa sungkan warga menebang pepohonan. Raung alat penebang pohon jelas terdengar. Tak ada yang disembunyikan, semua dilakukan terang-terangan.

Alasan warga sederhana, area itu merupakan warisan nenek moyangnya sehingga TNGR tak memiliki hak. Entah siapa yang benar, TNGR atau warga yang bergerak atas nama adat. Yang pasti perambahan hingga kini terus terjadi. 

Sejumlah catatan  menyebutkan, ada 200 hektar hutan Rinjani yang sudah berubah fungsi. Tak ada lagi pepohonan di atasnya. Hanya sebuah tanah lapang luas yang sudah dipetak-petak. Mungkin maksudnya pembagian pada warga yang hendak mengelolanya.

“Ini adalah kehendak warga yang memperjuangkan tanah adatnya,” kata Syarafuddin, Kepala Desa Bebidas membela para perambah hutan.

Pasukan TNGR yang dibantu TNI dan Polri yang datang beberapa waktu lalu harus gigit jari. Mereka yang hendak mengambil kembali kawasan itu dan mengusir warga yang dianggap merambah harus balik kanan. Parang-parang warga yang terhunus seolah membuat aparat berpikir ulang untuk mengusir warga. Walhasil pengusiran para perambah hutan beberapa pekan lalu tersebut menemui jalan buntu. 

“Kita akan evaluasi kenapa bisa gagal,” kata  H Ramsjah, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (KSPTN) Wilayah Dua.

Mungkin mundurnya aparat itu merupakan langkah terbaik yang memang harus diambil sementara ini. Jika tidak pertumpahan darah mungkin terjadi. Namun yang pasti, semakin lama perambahan dilakukan, semakin besar pula potensi bencana mengancam. 

Daerah itu merupakan kawasan resapan air. Penyangga kehidupan masyarakat Lombok. Dengan hilangnya 200 hektar pepohonan yang mungkin saja terus bertambah tentu akan berdampak pada daerah di bagin yang lebih rendah.

Belum lagi potensi longsor yang bisa saja mengancam, karena tak ada lagi pengikat tanah yang di perbukitan itu. Ini belum termasuk hilangnya habitat hewan dan tumbuhan endemik kawasan tersebut. Selain itu perubahan iklim sudah tentu terjadi. Hilangnya ribuan pohon yang menjadi paru-parubumi pastilah berpengaruh. 

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi beberapa waktu lalu bisa saja merupakan pengaruh perambahan hutan secara menyeluruh di dunia. Hal tersebut diyakini membuat cuaca bumi makin panas sehingga mudah memicu api yang menjalar dengan cepat. Kekeringan di banyak titik di Lotim juga bisa saja karena hal itu.


Dengan segala potensi bencana yang ada, masyarakatlah yang paling terancam. Tak hanya masyarakat sekitar yang merambah kawasan itu. Namun juga seluruh masyarakat Lombok secara keseluruhan. Karena itu dalam kondisi seperti ini harus ada solusi segera. Hukum sebagai panglima.(Wahyu Prihadi/Selong/r3)

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Info NTB Share on Blogger Template Free Download .