*Anugerah Tuhan Bernama Jerowaru
RUSAK: Kondisi salah satu ruas jalan menuju pantai-pantai
selatan yang rusak parah, Sabtu lalu.
|
Jerowaru,
Lombok Timur (Lotim) adalah kawasan dengan ragam potensi yang luar biasa. Mulai
dari daratan yang indah, pesisir yang memukau hingga laut yang kaya. Sayang
arah pembangunan belum mau berpihak ke selatan. Hasilnya, meski terbilang kaya
kawasan ini belum bisa berkembang seperti pesisir Lombok di barat dan utara.
***
JEROWARU merupakan daerah di ujung selatan Lombok Timur (Lotim). Kendati hanya berstatus kecamatan, daerah ini
sebenarnya cukup luas,
bahkan melebihi Mataram,
Ibu Kota NTB. Dalam peta Lombok, Jerowaru berada di ujung semenanjung yang menjorok ke Selat Alas.
Dikenal sebagai daerah terpanas dan terkering di Lombok,
persoalan air menjadi masalah utama di lokasi ini. Dalam musim-musim kemarau seperti
saat ini warga harus
melakukan berbagai cara untuk tetap mendapatkan air. Termasuk membeli dari mobil-mobil pengangkut air. Tentu saja, ada harga yang
harus dibayar dan jumlahnya
tidak sedikit. Tapi warga tak ada pilihan lain.
“Saya
keluar uang sampai Rp 900 ribu sebulan,” kata Ahmadi, seorang warga di Desa
Seriwe.
Harga itu dikeluarkan untuk empat truk air yang digunakan
selama satu bulan. Tak adanya opsi lain membuat warga tak memiliki banyak
pilihan. Warga bukan hanya
berpangku tangan.
Mereka
telah berupaya menemukan sumber air. Namun tanah yang digali tak kunjung berbaik
hati. Air tak kunjung ditemukan. Kalaupun
ada, air yang ada rasanya
payau atau bahkan asin. Walhasil, jadilah warga setempat yang sebagian besar petani dan
nelayan harus pandai
memutar otak. Air itu umunya hanya digunakan untuk mandi dan minum saja. Untuk
penuduk yang lebih miskin, terkadang
air hanya digunakan untuk minum saja.
“Harus
ekstra hemat pakai airnya,” kata Supran, warga lainnya.
Upaya
pemerintah bukannya tak ada, beberapa tahun silam pernah dilakukan pengadaan
sarana penyulingan air laut. Namun belum genap setahun, kerusakan mulai terjadi. Kini
bantuan tersebut praktis tak
beroperasi.
“Kita
biarkan saja seperti ini, supaya pemerintah tahu kalau datang,” kata Nurman,
Kades Ekas Buana.
Hal
serupa juga terjadi di titik-titik lainnya tempat bantuan mesin penyulingan itu
diberikan. Tak ada perbaikan hingga kini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Lotim, M
Tasywiruddin membenarkan hal itu. Tak ada operator yang mampu memperbaiki
keusakan yang terjadi. Padahal dana yang tak sedikit sudah dikucurkan untuk
itu.
“Itu
bantuan pusat, tapi sekaran pada rusak,” jawabnya.
Tidak
adanya sumber air itu juga berpengaruh pada sektor pertanian. Sejumlah lahan
yang ada hanya menjadi sawah tadah hujan. Beberapa mencoba membendung air hujan
yang ada di penampungan buatan. Warga menyebutnya dengan nama embung, atau
bendungan kecil. Dari sana air dialirkan. Namun saat musim kemarau panjang
seperti saat ini, banyak embung mengering.
Jadilah lahan yang ada tak tandus tak terurus. Itulah
mengapa banyak lahan dibiarkan begitu saja. Padahal denga luas yang ada, jika
dimaksimalkan kawasan ini saja bisa menjadi pemenuh kebutuhan pangan warga Lotim.
Kepala
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lotim H Nafsi pernah mengatakan
kalau pihaknya sedang mengkaji upaya pencarian air. Nantinya di titik-titik
potensial, dilakukan pengeboran dan dialirkan untuk warga dan sawah. Namun itu
baru sekadar wacana.
Bahkan Dam Pandanduri yang disebut-sebut menjadi solusi atas
persoalan itu, hingga kini belum bisa diandalkan. Proses pengisian air tahap
awal yang belum rampung membuat bendungan terbesar seluruh Lombok itu belum
banyak berarti bagi warga selatan, termasuk Jerowaru.
Kaya
Potensi Pariwisata
MENAWAN: Beberapa wisatawan menikmati keindahan Pantai
Kura-kura di Jerowaru yang belum dikenal luas, Sabtu lalu.
|
Dilihat dari sumber daya alamnya Jerowaru
sebenarnya daerah yang sangat luar biasa. Alamnya kaya dan indah. Namun sulitnya air membuat warga tak
bisa mengolahnya dengan sempurna. Sementara di lautan, anugerah tuhan untuk
kawasan ini luar biasa. Laut selatan adalah rumah bagi ragam ikan dan
sejenisnya. Ini belum termasuk potensi minyak dan gas di dasar lautnya. Karena
itu wajar jika hasil laut kini masih menjadi penggerak utama perekonomian
masyarakat.
Bahkan
ketika pembatasan ekspor hasil laut seperti lobster dibatasi, warga tak patah
arang. Mereka kini banyak yang menjadi nelayan budidaya. “Banyak
yang bisa perbaiki hidup dari budidaya,” kata L Ahmad Zulkifli, Camat Jerowau.
Ada yang membudidayakan rumput laut, ikan bahkan
budidaya lobster yang menjadi komoditas utama dunia. Dengan segala keterbatasan, para nelayan mencoba
bertahan hidup meski perhatian
pemerintah terbilang minim.
“Kerja-kerja
sendiri, susah-susah sendiri,” kata Kades Seriwe Abdul Hamis yang juga seorang
nelayan.
Potensi
lain yang dimiliki Jerowaru adalah pariwisata. Alam yang indah adalah pesona
yang belum tergarap secara maksimal.
Pesisir Jerowaru adalah biru laut
yang dipagari barisan pantai-pantai pasir putih nan menawan. Pantai Pink mungkin menjadi
yang paling terkenal. Namun jangan salah, selain pantai berwarna merah muda itu,
masih banyak lagi kawasan lain yang tak kalah menawan.
Sungguh sebuah
karunia tuhan yang sangat luar biasa.
Namun
sekali lagi, kebijakan belum banyak berpihak ke selatan. Arah pengembangan
wisata Lombok yang masih berpusat di barat dan utara membuat Jerowaru belum
banyak dikenal dunia. Namun perlahan tapi pasti para pemodal mulai melirik.
Meski belum banyak realisasi.
“ Kalau tanah pinggir pantai sudah pada habis, cuman tak tahu
kapan mau dibangun,” kata Nurman, Kades Ekas Buana.
Sarana
atau fasilitas menurutnya menjadi kendala utama. Jalan yang rusak, lampu jalan yang minim, pasokan
listrik yang tak memadai, keamanan,
hingga akses transportasi publik yang tak ada sama sekali menjadi barisan persoalan. Tentu saja
masalah air yang menghantui setiap tahunnya. Tak heran banyak yang
menyebut Jerowaru merupakan potongan surga di dunia namun dengan fasilitas seperti “neraka”.
Miris rasanya, dengan beragam kelebihan yang dimiliki,
daerah ini belum bisa bangkit dari kemiskinan. Setengah penduduknya masih hidup
dibawah garis kemiskinan. Pada beberapa desa, angkanya bahkan melebihi 60
persen. ”Itu saya akui,” kata Nurman sang kades. (Wahyu Prihadi/r3)
Posting Komentar